Nowadays
a myriad of computer viruses lurking in cyberspace, waiting for an opportunity
to destroy your hand drive and the information you stored in your computer.
Such viruses can get into a perfectly computer and contaminate the software. Before long the computer will develop a
sluggishness; it will malfunction. You may not be able to get to the programs
you need or retrieve important documents. All too often, you unwittingly pass
along the virus to a friend, family member, or business associate, exacerbating
the problem by contaminating their systems with the same virus that infected
yours. Usually these problems occur not because the computer is defective, but
because somebody has reprogrammed the software or contaminated good, valuable
programs or information within.
Similarly
we allow negative thoughts, words, and other devious viruses to access our
minds, subtly changing our software, or corrupting our information and values.
We were created in the image of God. Before we were ever formed, He programmed
us to live abundant lives, to be happy, healthy, and whole. But when our
thinking becomes contaminated, it is no longer in line with God’s Word. We make
serious mistakes and wrong choices. We go through life with low self-esteem,
worries, fears, feelings of inadequacy and insecurity. Making matters worse, we
pass on our negative attitudes to others. (Joel Osteen: Your Best Life Now)
Otak
dan pribadi kita sesungguhya mirip dengan komputer; tentu saja jauh lebih handal
karena kita ciptaan Allah yang jauh lebih sempurna. Allah senantiasa
berkehandak Baik; agar kita bahagia, sehat walafiat. Namun serupa keadaan
komputer dan alat komunikasi canggih lainnya, dikelilingi “virus-virus jahat”
yang masuk dalam otak dan hati kita. Yang lebih tidak baik bila kita ikut
menularkan virus jelek kedalam hati dan pikiran kerabat dan sanak keluarga kita.
Makna perumpamaan dan pesan diatas membuat kita harus waspada agar tidak
“kemasukkan virus jahat” juga agar tidak menularkan virus. Bila kita masih muda
banyak kegiatan berguna baik jasmani maupun rohani yang masih kita inginkan dan
berusaha untuk mencapainya. Kegiatan sehari-hari kita meningkatkan nilai hidup kita
sendiri, juga menularkannya bagi kesejahteraan orang banyak. Jika kita kemudian
hari “dipensiun”, dianggap sudah “sepuh”; bukanlah berarti kita harus
“menganggur” atau lebih banyak mau menikmati hari tua. Nothing wrong with it. Itu
hak seseorang karena sewaktu muda bekerja “keras” dan memiliki segala yang
mendukungnya untuk menikmati hari tua-nya. Nah, ini malah kesempatan bagi
orang-orang “beruntung” (sesungguhnya tidak ada orang yang “beruntung” apalagi
orang yang “tidak berutung” - semua
ciptaanNya diberi barokah, hati dan otak yang sempurna).
Mereka
yang dapat menikmati hidup dimasa tua, mendapat kesempatan pertama untuk
membaktikan diri untuk mereka yang masih muda ataupun membantu dan memberi
jalan bagi yang ”kurang mampu”. Bagi mereka yang “sepuh” namun tidak merasakan berkah
Allah, tidak ada gunanya berkeluh kesah. Mereka tetap dapat berusaha menggunakan
”komputer otak dan hati” mereka demi kemajuan anak muda lainnya dan masyarakat
banyak. Bila saudara membaca ini, saudara diberkatiNya karena harapan tulisan singkat
ini saudara haruslah bertindak sebagai “komputer” yang bermanfaat, berdaya guna
- tidak hanya dalam menjalankan bisnis namun bersyukur dapat membaktikan diri, tidak
mau dimasuki ”virus” dan lebih penting lagi agar tidak mau menularkan virus.
Semoga!
(Ludwig Suparmo – Communication Crisis
& Issue Management Strategist, November, 2018)