Sumber gambar http://info-aktual.blogspot.co.id |
Bukti Manajemen Risiko dan
Manajemen Krisis yang dikelola secara baik dan profesional yaitu sewaktu
terjadi kecelakan pesawat Garuda GA 200 di Bandar Udara Adi Sucipto, Yogyakarta,
pada tanggal 7 Maret 2007. Dalam waktu
hitungan jam setelah kecelakan di pagi hari, Direktur Utama Garuda Indonesia
Airways, Emirsyah Satar, muncul di media massa (setelah tentunya diberi briefing oleh VP Communications, yang
merupakan Humas Garuda) menyampaikan empatinya dan mengatakan bahwa para korban
telah ditangani di beberapa rumah sakit di kota Yogyakarta dan berjanji
memberikan santunan secepatnya. Pagi hari berikutnya telah
terbit iklan belasungkawa terhadap korban yang meninggal. Komunikasi layanan
darurat dibuka 24 jam, baik di Kantor Pusat Garuda di Bandara Soekarno Hatta
dan di kantor perwakilan Yogyakarta. Saat didesak wartawan mengenai kemungkinan
kecelakan karena human error, dijawab
oleh Humas Garuda: “Terlalu dini untuk menentukan. Yang berwenang menyampaikan
adalah Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT)”.
Berdasarkan catatan
penulis, keputusan hukum atas kesalahan pilot oleh Pengadilan Yogyakarta dan
Kesaksian KNKT yang menyatakan ketidaksiapan Bandara Adi Sucipto, hingga
sekarang tidak jelas kedudukannya. Namun dalam kecepatan dan penyampaian
komunikasi seketika pada waktu terjadi kecelakaan dan penanganan korban di
hari-hari berikutnya serta informasi yang akurat dapat diklasifikasi sebagai
pemenuhan aplikasi Manajemen Krisis yang cepat tanggap sesuai ketentuan.
Sedangkan contoh buruk
tidak dipikirkannya secara profesional bidang Manajemen Risiko dan tidak
dilaksanakannya Manajemen Krisis dengan benar adalah terjadinya semburan lumpur
panas di Sidoarjo yang dimulai terjadinya pada tanggal 29 Mei 2006 yang
disebabkan oleh eksplorasi PT Lapindo Brantas. Berita berasal dari pendapat
para wartawan berbagai media dengan versi masing-masing, ada juga berita dari
PT Lapindo Brantas, yang menyatakan musibah tersebut disebabkan gempa.
Komunikasi tidak lancar dan tidak jelas. Ada upaya Humas ditampilkan sejenak,
tetapi tidak konsisten, dan karyawan Humas kemudian diganti. Dikabarkan pula
bahwa politik ikut campur tangan dan pemilik ingin Pemerintah mengambil alih
bencana tersebut sebagai Bencana Nasional. Santunan yang dijanjikan tersendat,
hingga menimbulkan unjuk rasa berlarut-larut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar