Jumat, 05 Januari 2018

Manajemen Risiko dan Manajemen Krisis

Sumber gambar http://bigeye.ug
Manajemen risiko dalam komunikasi berupaya mengelola, mengetahui early warning signs, yaitu deteksi dini tanda-tanda kemungkinan bisa terjadinya suatu krisis, sehingga komunikasi dapat dikelola secara efektif dan efisien. Kelanjutan korporasi/institusi bisa terhambat bahkan reputasi korporasi/institusi bisa rusak jika komunikasi tidak dirancang dan dikerjakan secara profesional. Michael Regester dan Judy Larkin dalam bukunya Risk Issues and Crisis Management (2000), menyatakan bahwa tesis masyarakat risiko mengidentifikasi pola baru kecemasan politik dan publik. Konflik ini diangkat oleh kombinasi di antaranya perubahan sosial yang berkelanjutan dan ketidakpastian, juga oleh inovasi teknologi industri. Dapat dipahami bahwa konflik sosial dan kepentingan politik serta kemajuan teknologi industri menjadi tantangan risiko perusahan yang harus dicermati.

Meskipun sikap Peter Power dalam Busines School Press (2000) lebih berhati-hati dengan mengatakan bahwa Crisis is a facet of risk management, although it is probably untrue to say that Crisis Management represents a failure of Risk Management since it will never be possible to totally mitigate the chances of catastrophes occurring. Crisis Management is occasionally referred to as incident management, although several industry specialists argue that the term crisis management is more accurate. Di sini Peter Power ingin menekankan bahwa pengelolaan risiko melalui manajemen krisis sangat penting meskipun dengan pengetahuan manajemen risiko kemungkinan terjadinya suatu krisis, yang dalam hal ini merupakan kejadian yang terencana, tidaklah mungkin dapat secara keseluruhan dikurangi. Korelasi Risk Management dan Crisis Management diperjelas oleh pendapat Peter Power dalam Business School Press yang jelas mengemukakan banyak pendapat pakar industri tentang pentingnya pengetahuan manajemen krisis.

Risk Management dan Crisis Management yang berorientasi pada manajemen komunikasi korporasi/institusi bertujuan agar kejadian buruk atau kurang pantas tidak mempengaruhi citra, yang dapat berdampak negatif bagi publik:
a.      Internal: perusahaan, investor (pemilik), pemangku manajemen, pekerja (staf dan buruhnya)
b. Eksternal: pemegang saham (bagi perusahaan terbuka/public listed company), pemasok, distributor, klien, konsumen, pemangku pembuat regulasi (pemerintah) dan public external yang amat penting adalah jurnalis/media yang merupakan sarana publikasi untuk pencapaian komunikasi yang efisien.
Perusahaan/institusi yang profesional sewajarnya memiliki tim crisis management yang dikelola oleh seorang PR Specialist Crisis, yang antara lain memiliki pengetahuan yang luas dan keterampilan (skill) yang bertindak sebagai konsultan/penasehat kepada pemangku pemimpin perusahaan/institusi, dapat secara efisien dan efektif membina hubungan komunikasi dan dapat menjelaskan kejadian dengan tepat dan tanggap (segera). Seluruh tim manajemen krisis tentunya perlu “mendengarkan/mengikuti” sebab-musabab risiko dan masalah yang menimpa perusahaan bila krisis terjadi. Dalam hal ini listening skills menjadi sangat penting, agar kemudian dapat secara cepat dan tepat menganalisis demi pengambilan keputusan dan tindakan segera secara tepat.
Kecakapan dalam menyampaikan, to convey, misi dan visi atau idealisme dan tanggung jawab perusahaan menjadi dasar agar tim krisis dapat berkomunikasi secara efektif. Kecakapan berkomunikasi 2 (dua) arah sangat diperlukan, sehingga dapat dibina mutual respect & mutual understanding.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar