Senin, 12 Februari 2018

Buku Manajemen Krisis, Isu, dan Risiko dalam Komunikasi

Saat Terjadi Krisis!
Panik! Diluar dugaan! Apa yang harus dilakukan oleh Direksi/Manajemen? Wartawan dan reporters berdatangan! Menyerbu! Interview, ingin mengetahui sikap dan tindakan perusahaan. Media akan memberitakan (biasanya yang sensasionel!). Pertengahan bulan Mei, 2012; masih teringat jelas musibah tiba-tiba, Joy Flight menjadi malapetaka: Sukhoi Super Jet 100; yang masih “barugres” dalam penerbangan promosi keduanya ternyata manabrak lereng terjal G. Salak, di dareah Jawa Barat. BASARNAS, KNKT, masyarakat terkejut! Setelah pencarian sehari kemudian diketemukan dari udara, pesawat hancur berkeping-keping…rescue team, dikoordinasikan dari Bogor, ditemukan, ternyata tidak ada satupun dari 45 penumpang (termasuk awak pesawat) yang selamat… keluarga korban, pilu! Dibuka Crisis Center di Lanud Perdana Kusuma, dari mana pesawat yang ingin mendemonstrasikan kecangihan produksi Sovjet kepada sejumlah pengusaha dan pejabat Pemerintah Indonesia, agar mau memesan pesawat udara komersial (pertama dari Sovjet) tersebut. Pelaksanaan Manajemen Krisis di Crisis Center Halim Perdana Kusuma dan kemudian di RS Polri di Kramatjati, berlangsung sangat baik. Kemudian haripun BASARNAS, koordinasi Korem dari Lanud Atang Sanjaya di Bogor, juga semua relawan dan Polisi serta TNI mendapat pujian dari masyarakat melalui media nasional.


Materi Buku:
Bab 1 Manajemen Isu dan Manajemen Risiko 
Bab 2 Manajemen Krisis Terhadap Citra Airlines dan Airport
Bab 3 Terbakar dan Tenggelamnya Deepwater Oil Rig British Petroleum (BP) di Teluk Meksiko
Bab 4 Good News Is No News, Bad News Is Good News
Bab 5 Deepwater Horizon Terbakar di Lepas Teluk Meksiko
Bab 6 Perencanaan Sistematis Manajemen Krisis
Bab 7 Langkah-Langkah Persiapan 
Bab 8 Strategi Manajemen Krisis Berdasarkan Tahapan Krisis
Bab 9 Kasus Tumpahnya Minyak Exxon Valdez
Bab 10 Kasus Pabrik Bahan Pestisida Bhopal
Bab 11 Johnson & Johnson
Bab 12 Belajar dari Pengalaman yang Salah
Bab 13 Pokok-Pokok Petunjuk Pelaksanaan 
Bab 14 Kiat Manajemen Isu dan Manajemen Krisis dalam Public Relations
Bab 15 Akzo Nobel Emergency Response in Crisis

Kamis, 08 Februari 2018

Uses and Gratifications Theory dalam Media Sosial WA (WhatsApp)


Konsep sosiologis sebagai hasil temuan penilitian ini dimulai dari terungkapnya apa yang diartikan  sebagai  massa  yang  merupakan  sejumlah  besar  orang  yang membentuk khalayak terhadap suatu kejadian komunikasi. Terjadi ketidaksepakatan tentang  bagaimana  memahami  sekelompok  orang  yang  dijangkau  oleh  komunikasi massa.  Beberapa  teori  percaya  bahwa  massa  tersusun  dari  individu-individu  yang heterogen, tidak saling memahami, tidak memiliki pimpinan.  Yang lain menyerang gagasan ini sebagai tidak berdasar pada fakta atau bukti, sehingga teorinya tidak tepat.

Sumber gambar http://isahkambali.com
Komunikasi massa adalah transfer pesan-pesan, informasi, teks dan semacamnya dari pengirim ke sejumlah orang banyak: khalayak massa. Transfer ini melalui teknologi media  massa;  yang  selain  seperti  yang  kita  kenal  sebagai  media  konvensional berkembang ke jaringan komputer/internet. Pengirim sering kali adalah seseorang atau pimpinan  atau  isnstitusi  didalam  organisasi  media.  Pesan-pesan  komunikasi  massa bersifat umum yang diterima oleh khalayak dalam jumlah besar/luas dan bervariasi.

Meskipun komunikasi massa akan tetap ada (exist) namun perkembangan budaya telah menggeser sebagian besar keperluan penggunaan komunikasi massa ke media sosial. Karakter media komunikasi dewasa ini dipengaruhi oleh genre yang diartikan sebagai tipe teks yang terkarekterisasi oleh gaya atau formula khusus. Dalam bahasa Perancis genre artitinya sesuatu atau kelas, dan memang dalam penelitian ini ditemukan komunikasi yang berkarekter genre masa kini. 

Tinjauan Psikologis:Sigmund Freud, psikolog terkenal, sudah meneliti kepuasan penggunaan media sejak tahun 1963 dengan menerbitkan tulisan ilmiahnya Character and Culture. Selanjutna di tahun 1964, Carl Jung, seorang psikolog lain yang juga tersohor menerbitkan buku Man and His Symbols, membahas simbolisasi merupakan fenomena budaya yang berkembang terus terlebih karena majunya peradaban orang membaca, mendengarkan dan melihat media yang mengantarkan kepada uses and gratification: kebutuhan dan kepuasan terhadapan penggunaan media. Arthur Asa Berger, guru besar bidang penyiaran dan komunikasi elektronik San Fransisco  State University;  melakukan berbagai penelitian yang  dipaparkan sebagai tulisan ilmiah dan menjadi populer dengan terbitnya buku Media Analysis Techniques di tahun 1998. Beliau mengurutkan 24 (duapuluh empat) hal dalam kebutuhan penggunaan dan kepuasan orang terhadap media. Sadar tidak sadar kita pengguna dan pengikut tayangan  media  telah  mengalaminya  secara  otomatis;  mungkin  baru  sekarang  kita menjadi lebih sadar: “Oh, karena itu saya memerlukan media sosial!” Yang  paling  sederhana  dan  menjadi  peringkat  atas  keperluan  dan  kepuasan menggunakan media adalah: “untuk mendapatkan hiburan”; sedangkan Asa Berger mengurut di peringkat paling bawah sebagai kebutuhan dan kepuasaan menggunakan media adalah “untuk melihat penjahat beraksi”. Berbagai alasan Needs and Gratifications: Apa yang didaftarkan oleh professor ahli media analisis sebagai urutan terakhir kebutuhan manusia modern malah mungkin menjadi kebutuhan dan kepuasan utama. Kita akan cepat membuka posting penabrakan dengan sengaja oleh terroris di London dan di Barcelona; kita cepat ingin tahu bagaimana kejadian perampokan dengan pembunuhan nasabah bank di SBPU di Jl. Daan Mogot beberapa waktu yang lalu, dan setiap ada kejadian penjahat beraksi yang dapat direkam
melalui CCTV maupun video amatir, menjadi viral di posting ke berbagai WA Groups, termasuk saling silang-pendapat tentang gagal berangkat Umroh First Travel.   Ada pula orang atau institusi tertentu sengaja membuat rekaman palsu untuk provokasi atau menyesatkan yang sekarang kita golongkan sebagai “hoax”. Namun ada juga yang senagaja merekayasa tayangan penjahat beraksi sebagai karya kreatif untuk mengingatkan para pengguna jalan untuk tidak menjadikan kecelakaan; para pembeli di restoran dan mall agar ber-hati-hati terhadap pencopet; dan banyak kejadian kejahatan
termasuk yang dapat digolongkan sebagai video pornografis seperti yang disiarkan sebagai tayangan percobaan perkosaan di toilet mall, misalnya. Alasan lain yang banyak disoroti mengapa kita membutuhkan dan merasa puas menggunakan media tertentu antara lain untuk melihat otoritas figur/pejabat/selebritis diagungkan  atau  direndahkan.  Aneh  terdengarnya,  tetapi  inilah  karakter  manusia, dimana  masyarakat  senang  melihat  figur  yang  pernah  memiliki  kewenangan direndahkan  dan  ditertawakan,  terutama  politisi  dan  selebriti  tertentu. 

Terdapat beberapa figur yang memiliki kewenangan cenderung kita agungkan, seperti pejuang hak asasi manusia, pemimpin yang dinistakan golongan tertentu. Sesungguhnya media
memainkan  peran  penting  untuk  mengajarkan bagaimana  menghubungkan kewenangan dengan figur otoritas tertentu. Juga menjadi umum bahwa banyak individu menggunakan sosial media adalah untuk membagi pengalaman dengan orang lain. Disini orang lain lebih dulu ditujukan kepada komunitas masing-masing; seperti yang terbentuk dalam WA Group misalnya. Kepuasan pribadi tercapai bila komunitasnya memberikan respons positif; demikian juga  bisa  menimbulkan  efek  kekecewaan;  namun  biasanya  komunitas  memberikan toleransi  tinggi  agar  tidak  memberikan  komentar  negatif,  bahkan  lebih  mengarah pemberian saran sebagai umpan balik kepuasan si pengirim berita yang membutuhkan “curhat” atau menyampaikan opini-nya. Semacam  “curhat”  yang  telah  dibahas  ini  adalah  kebutuhan  dan  kepuasan penggunaan  media  “untuk  mendapatkan  empati”  dimana  kita  mendapatkan kenikmatan psikologis – menjadi terharu atau “lega” (Bahasa se-hari-hari: “plong”). Mungkin dapat dikatakan “mencari pelarian” apabila memerlukan menggunakan media  adalah  “untuk  bebas  dari  rasa  bersalah”.  Emosi,  cinta  dan  kebencian mengakibatkan  kejadian  dan  bayang-bayang  buruk.  Tantangan  pengguna  media demikian adalah hasrat untuk mengalami emosi penuh tanpa terbawa atau memiliki
perasaan bersalah – ada yang nmenafsirkan memerlukan pemuasan penggunaan media sebagai “pelampiasan emosi”. Sering pula kita dengan sangat puas menonton dan mengkuti berita tentang kebaikan, keistimewaan dan contoh kehidupan; maka needs and gratifications demikian “untuk mendapatkan model yang bisa kita tiru atau tunjukkan pada kerabat dekat”
Sumber gambar https://apikecil.files.wordpress.com/
Sedang kebutuhan untuk pencapaian kepuasan lainnya dalam kita menggunakan media (baik media sosial yang canggih maupun media konvensional seperti media cetak dan media elektronik TV) di tulis oleh Prof. Arthur Asa Berger antara lain: “untuk memperoleh informasi lokal maupun global”; “untuk mengetahui tatatanan tertetntu”; “untuk  berpartisipasi  dalam  komunitas  maupun  masuk  dalam  sejarah”;    “untuk menjelajahi subjek yang tabu tanpa risiko” dan “untuk menegaskan nilai-nilai spiritual, moral serta kultural”. Proses  penelitian  kualitatif  teori uses  and  gratifications  media  sosial  WA (WhatsApp) dilaksanakan terhadap beberapa anggota WA Groups yang cukup mewakili beberapa kelompok budaya masyarakat tersebar di P. Jawa, yaitu: ...........

Detail Jurnal: Klik di sini!