Sumber gambar: catatan-abg-jonni.blogspot.co.id |
David
Wighton, Editor Bisnis tabloid The Times
menulis bahwa ketika mendengar rencana Tony Hayward akan pulang berlibur
berlayar dengan yacht–nya, semula ia
tidak percaya. Namun pada akhir minggu itu diketahui bahwa berita tersebut
ternyata benar. Sesungguhnya sebelum itu, simpati pada Tony Hayward sebenarnya
disampaikan oleh dunia bisnis Inggris. Para pemimpin perusahaan di Inggris
berpendapat bahwa Hayward hanyalah dicemooh oleh Presiden Obama dan diberitakan
secara tidak adil oleh media di Amerika Serikat.
Tony Hayward dikenal sebagai CEO BP yang memiliki
talenta yang memulai sungguh-sungguh berusaha menghentikan semburan minyak dari
ladangnya. Memang semburan minyak ini merupakan musibah pencemaran lingkungan
yang paling dahsyat dalam sejarah Amerika. Sebelum ini, sehabis meledaknya
anjungan pengeboran laut dalam yang menelan 11 orang korban meninggal, Tony
Hayward, membuat pernyataan yang sangat keliru, ditinjau dari segi Public
Relations, ketika dia berujar: “Siapa yang menginginkan kejadian ini, saya pun
ingin kehidupan saya kembali seperti semula.”
Kritik mulai dilancarkan ketika Hayward pulang mudik
untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-54 dengan keluarganya di Inggris.
Karyawan BP lainnya tentu tidak akan pulang mudik untuk merayakan ulang
tahunnya, jika di tempat kerja sedang terjadi musibah. Bagi orang Amerika,
tindakannya menunjukkan kesombongannya, karena dengan mudahnya dia bisa pulang
mudik; sedangkan karyawan lain harus tetap bekerja keras menghadapi semburan
minyak yang menjadi semakin parah dan belum tahu cara mengatasinya dengan
benar. Mereka berusaha mencoba berbagai cara. Ketika beberapa hari sebelumnya
menghadap panggilan Kongres, Hayward berdiam diri, tidak bersedia memberikan
keterangan lebih rinci mengenai sebab kejadian pecahnya pipa pengeboran di laut
dalam. Sikap demikian kemudian mengarah pada risiko tuntutan hukum terhadap BP.
Oleh Editor The
Times, David Wighton, keputusan Hayward mudik untuk merayakan ulang
tahunnya dengan berlayar di sekitar pulau Wight, dikatakan sebagai keputusan
“bunuh diri”. Sebaliknya mungkin Hayward berpendapat beda: setelah berminggu-minggu
lamanya dia berada di lapangan Teluk Meksiko, mengapa orang lain harus
merisaukan kalau dia pulang berakhir pekan. Memang sesungguhnya tidak akan
berbeda, apakah dia pulang menikmati berlayar dengan perahunya, atau tinggal di
rumah menonton pertandingan sepak bola World Cup di depan TV bersama putranya.
Namun dari segi Public Relations, berlibur pada waktu “gawat” terjadi di
perusahaan yang dipimpinnya, pasti menimbulkan berbagai persepsi “kurang pas”.
Tampaknya dia juga tidak menghiraukan konsultasi dari PR Advisers yang dibayarnya.
Chairman BP, Carl-Henric Svanberg, atasan Hayward,
diberitakan bertindak lebih “gila”, yaitu juga pergi berlayar menggunakan yacht yang lebih besar lagi di Thailand
akhir pekan itu. Namun masih diberi “ampun” oleh media Amerika, karena sebagai
petinggi perusahaan minyak dunia, ia diundang menghadiri resepsi kerajaan atas
pernikahan putri kerajaan Swedia dan tidak menghadirinya. (Pada permulaan bulan
Juli, ketika penulis menyusun buku ini, berbincang dengan seorang kulit putih, ekspatriat
yang bekerja di Jakarta, menduga bahwa kedua petinggi BP tersebut: Hayward dan Svanberg,
diperkirakan akan digantikan tidak lama lagi). Media yang masih penuh perhatian
pada perkembangan semburan minyak di Teluk Meksiko juga bereaksi keras ketika
pada akhir pekan 17 Juli 2010, Presiden Barack Obama beserta keluarganya
menikmati liburan di resor dengan nama Bar Harbor Maine. Antara lain siaran
berita malam TV CNN meliput santainya keluarga Obama menikmati pemandangan dan
permainan di udara bebas dengan latar belakang resor tersebut yang indah
alamnya. Komentar CNN mempertanyakan kelayakan mengambil waktu berlibur ketika bencana
BP belum pasti akan berakhir. (Tanggal 13 Juli 2010, sudah dikabarkan
keberhasilan BP “menyumbat” semburan minyak mentah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar