Jumat, 05 Januari 2018

Pelajaran dari Manajemen Risiko

Sumber gambar http://info-aktual.blogspot.co.id
Bukti Manajemen Risiko dan Manajemen Krisis yang dikelola secara baik dan profesional yaitu sewaktu terjadi kecelakan pesawat Garuda GA 200 di Bandar Udara Adi Sucipto, Yogyakarta, pada tanggal 7 Maret 2007.  Dalam waktu hitungan jam setelah kecelakan di pagi hari, Direktur Utama Garuda Indonesia Airways, Emirsyah Satar, muncul di media massa (setelah tentunya diberi briefing oleh VP Communications, yang merupakan Humas Garuda) menyampaikan empatinya dan mengatakan bahwa para korban telah ditangani di beberapa rumah sakit di kota Yogyakarta dan berjanji memberikan santunan secepatnya. Pagi hari berikutnya telah terbit iklan belasungkawa terhadap korban yang meninggal. Komunikasi layanan darurat dibuka 24 jam, baik di Kantor Pusat Garuda di Bandara Soekarno Hatta dan di kantor perwakilan Yogyakarta. Saat didesak wartawan mengenai kemungkinan kecelakan karena human error, dijawab oleh Humas Garuda: “Terlalu dini untuk menentukan. Yang berwenang menyampaikan adalah Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT)”.
Berdasarkan catatan penulis, keputusan hukum atas kesalahan pilot oleh Pengadilan Yogyakarta dan Kesaksian KNKT yang menyatakan ketidaksiapan Bandara Adi Sucipto, hingga sekarang tidak jelas kedudukannya. Namun dalam kecepatan dan penyampaian komunikasi seketika pada waktu terjadi kecelakaan dan penanganan korban di hari-hari berikutnya serta informasi yang akurat dapat diklasifikasi sebagai pemenuhan aplikasi Manajemen Krisis yang cepat tanggap sesuai ketentuan.


Sedangkan contoh buruk tidak dipikirkannya secara profesional bidang Manajemen Risiko dan tidak dilaksanakannya Manajemen Krisis dengan benar adalah terjadinya semburan lumpur panas di Sidoarjo yang dimulai terjadinya pada tanggal 29 Mei 2006 yang disebabkan oleh eksplorasi PT Lapindo Brantas. Berita berasal dari pendapat para wartawan berbagai media dengan versi masing-masing, ada juga berita dari PT Lapindo Brantas, yang menyatakan musibah tersebut disebabkan gempa. Komunikasi tidak lancar dan tidak jelas. Ada upaya Humas ditampilkan sejenak, tetapi tidak konsisten, dan karyawan Humas kemudian diganti. Dikabarkan pula bahwa politik ikut campur tangan dan pemilik ingin Pemerintah mengambil alih bencana tersebut sebagai Bencana Nasional. Santunan yang dijanjikan tersendat, hingga menimbulkan unjuk rasa berlarut-larut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar